bagai pedang waktu di leherku |
Di dalam Al Qur’an, banyak sekali disebutkan kisah-kisah umat terdahulu. Peristiwa masa lampau, yang terkait para Nabi, orang shalih, para pendurhaka, kondisi umat suatu bangsa dan yang lainnya. Kisah-kisah tersebut berbeda dengan kisah-kisah lainnya yang terkadang hanya bermakna hiburan, tanpa makna dan pelajaran yang bisa dipetik. Bukan sia-sia bila Allah menyebutkan kisah-kisah dalam Al Quran. Tentu ada faedah berharga yang terselip dibalik kisah-kisah yang Allah paparkan di Al Quran. Allah berfirman “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran kepadamu, dan sungguh kamu sebelum (Kami mewahyukan) termasuk orang-orang yang belum mengetahui” (yusuf:3). Al Quran menjadikan kisah dan sejarah umat terdahulu sebagai salah satu muatan isinya, disamping masalah tauhid dan nubuwah. Kisah umat terdahulu di ungkap dalam Al Quran sebagai dokumen sejarah yang paling otentik sehingga mampu menjadi fakta berbicara pada umat di kemudian hari. Karena perkataan yang paling benar adalah yang difirmankan Allah, “dan siapakah pekartaan(nya) yang lebih benar daripada Allah.”(An Nisa’:87).
Kisah kaum ‘Ad, Tsamud, firaun, Abrahah dan kisah lain dalam Al Quran bisa bermakna pesan penting bagi umat masa kini sekaligus menjadi isyarat penegur hati bahwa pembangkangan pada perintah Allah selalu berakhir kehinanaan dan kebinasaan.
MASA LALU DAN MASA DEPAN
Melalui kisah kita bisa membaca bahwa ada orang-orang dan umat yang celaka dan sengsara. Fir’aun, Haman, Qarun, Samiri, Abu Jahal dan banyak lagi yang lain. Begitu pula Iblis, tertulis kisah tentangnya. Sedangkan umat yang sengara seperti kaum ‘Ad, Nuh, Tsamud dan kaum yang lain. Ada pula orang-orang yang berjaya dan berbahagia seperti para Nabi dan Rasul, orang-orang shalih dan juga umat nabi-nabi yang taat kepada Allah. Ya, semuanya memang kini telah menjadi kisah atau sejarah. Namun di masa mereka masih hidup, merekalah pelaku utamanya. Seorang Abu Jahal, ia adalah pelaku utama yang memiliki pilihan sendiri. Ketika hidup, ia sebenarnya bisa memilih antara hidup dalam keimanan dengan memilih dakwah Nabi Muhammad. Namun itu semua tidak terjadi, bahkan sebaliknya. Abu Jahal lebih memilih keburukan dan mendustakan dakwah tauhid. Dengan sangat pongahnya ia menghasut para pemuka Qurays untuk membunuh Nabi di masa beliau hijrah ke Madinah. Ia juga memilih mengobarkan peperangan di lembah badar melawan kaum muslimin. Inilah pilihan yang ia ambil kemudian ditorehkan oleh tinta sejarah dan kisah. Tinta tebal buruk tertulis, Abu Jahal mati dalam kekafiran dan kesengsaraan. Begitu pula fir’aun dalam gelimang kekayaan dan kekuasaan, ia malah memusuhi dan mendustakan dakwah Islam yang dibawa Nabi Musa dan Harun.bahkan dengan pongah memproklamirkan bahwa ia sebagai Tuhan tertinggi, “Akulah Rabbmu yang paling tinggi.” (An Naziat :24).
Ia tak percaya pada dakwah Nabi Musa bahwa Allah ada dan Dia berada di atas Arsy, di atas langit. Fir’aun memerintahkan anak buahnya untuk membuat bangunan tinggi menjulang ke langit, untuk membuktikan keberadaan Allah. Karna ia ingkar pada berita Nabi Musa. “Dan berkatalah Fir’aun:”Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu. (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Ilah Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta.”(Al Mukmin:37)
Para pembangkang itu telah berlalu dan kehidupan mereka telah berakhir. Mereka telah menjadi catatan sejarah yang buruk. Meski demikian, pembangkangan mereka ada manfaatnya bagi umat belakangan. Kisah mereka menegaskan sebuah keniscayaan bahwa kehancuran dan kehinaan pasti akan diterima oleh mereka yang ingkar, durhaka dan menentang dakwah para Rasul Allah. “Demikianlah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu.” (Yunus:39).
Kejadian yang serupa akan berlaku pula pada masa sekarang dan akan datang.
BERKACA PADA KISAH
Kisah dalam Al Quran tidak semata untuk dibaca dan dinikmati alurnya. Namun menyediakan kesempatan bagi kita untuk mengambil pelajaran dan berkaca. Kisah yang beragam dalam Al Quran adalah kisah pilihan dan terbaik. Semuanya pun mengandung pelajaran yang berharga bagi setiap manusia yang menggunakan akalnya secara benar. “sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (Yusuf: 111).
Karna kuatnya pengaruh kisah tersebut terhadap upaya perbaikan hati, akhlak dan perbuatan. Siapapun manusia yang mau berpikir, merenung dan mengambil faedah dari kisah Al Quran maka akan menjadi manusia yang utuh, punya target dan tujuan jelas dalam berkehidupan. Belajar dari kisah yang tidak hanya menentramkan hati namun juga mendongkrak rasa percaya diri seseorang. Karna ia akan menemukan keniscayaan dari beragam kisah yang ada, bahwa kemenagan, kejayaan, kebahagiaan, dan kesudahan yang baik hanya akan diraih oleh insan yang yang bertakwa. “maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (Hud: 49).
Dengan demikian seseorang akan tampil menjadi pribadi yang penuh percaya diri setiap saat. Tak akan gentar saat membela kebenaran, tak gundah dengan sedikitnya kawan dan tak silau dengan dunia yang berkilau. Itulah diantara rahasia yang bisa dipetik kenapa Nabi Muhammad mendapatkan banyak kisah didalam Al Quran. “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (Hud: 120).
Karenanya, mari kita berkaca pada kisah-kisah dalam Al Quran dan As Sunnah.
Sumber: majalah Elfata edisi 12 vol. 09-2009 hal.12
Posting Komentar